Posted by Ernest Admin on Sunday, 22, October, 2017
Uji toksisitas daun katuk. Sama seperti kebanyakan tanaman obat yang bertahan dan dikonsumsi dari tahun ke tahun, daun katuk tentu melewati serangkaian uji toksisitas dari berbagai laboratorium diseluruh dunia. Uji toksisitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu tanaman aman dikonsumsi dan ini penting mengingat masyarakat kerap menyepelekan aturan pemakaian terkait obat- obat herbal.
Sauropus androgynus atau lebih sering kita kenal dengan tanaman katuk adalah ramuan obat herbal Indonesia yang terkenal yang digunakan secara ekstensif untuk meningkatkan produksi ASI. Namun, banyak penelitian juga mengungkapkan efek samping yang terkait dengan bronchiolitis obliterans di Taiwan dan Jepang.
Sebuah penelitian mengevaluasi uji toksisitas daun katuk secara invitro pada kultur sel batang mesenchymes manusia yang berasal dari sumsum tulang (hMSCs-BM). Ini adalah laporan pertama uji sitotoksisitas ekstrak S. androgynus dari Indonesia.
Setelah 72 jam mengkultur sel dengan berbagai konsentrasi ekstrak (250-2500 mg L-1), sitotoksisitas diuji dengan pengurangan 3- (4,5-dimetil-thiazol-2-yl) -2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT) dan dilaporkan dalam hal viabilitas sel.
Efek apoptosis dari ekstrak ditentukan dengan uji deiminukleotidil transferase-dimediasi dUTP-biotin nick end labeling (TUNEL) kolorimetrik.
Ekstrak metanol S. androgynus dari Jawa Timur, Indonesia, kurang sitotoksik terhadap hMSCs-BM, namun dapat menghambat viabilitas via jalur apoptosis. Ekstrak sampel tanaman yang dikumpulkan di dekat Purwosari memiliki persentase viabilitas hMSCs-BM terendah (37%), sedangkan ekstrak dari tanaman yang dikumpulkan di sekitar Surabaya Pusat memiliki viabilitas sel sebesar 75%. Studi toksisitas daun katuk lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki metabolit di S. androgynus yang sangat berkorelasi dengan efek toksiknya.
