Posted by Ernest Herbal Administrator on Sunday, 26, January, 2020
Kecanduan makanan, memangnya bisa ya? Undangan pesta pernikahan teman- teman makin menumpuk. Tetapi bukannya menunggu pesta dengan gembira, anda sibuk menangisi baju kondangan anda yang sekarang sudah kesempitan lagi! Baru beli 3 bulan lalu lho, masa sekarang beli lagi? Ada apa dengan bajunya? Atau ada apa dengan pola makan anda?
Salah satu penyebab kenaikan berat adalah gangguan pola makan. Mungkin anda sudah familirar dengan bulimia dan binge eating, tapi sudahkah anda mengenal kecanduan makanan? Kecanduan oleh makanan adalah suatu gangguan kesehatan, mirip seperti kecanduan pada umumnya namun kali ini substansinya adalah makanan.
Bagaimana kecanduan makanan terjadi? Otak kita memiliki sebuah sistem yang disebut reward (hadiah/ penghargaan) sistem. Sistem ini dibentuk untuk memberi reward pada otak ketika seseorang melakukan hal- hal yang mendukung kelangsungan hidupnya. Ini termasuk perilaku primer seperti makan.
Otak mengetahui, ketika seseorang makan, dia melakukan sesuatu yang benar sehingga hal itu memicu pengeluaran zat kimia yang membuat kita merasa senang dalam sistem reward.
Zat kimia tersebut termasuk neurtotransmitter dopamine, yang kehadirannya diotak diterjemahkan sebagai kesenangan. Otak kemudian terprogram untuk mengerjakan hal- hal yang memicu pelepasan dopamine dalam reward sistem.
Masalahnya makanan cepat saji yang kerap kita temui sekarang dapat memberikan rasa menyenangkan/ reward yang lebih kuat dibanding reward yang didapatkan dari konsumsi makanan lain (yang lebih menyehatkan). Itulah sebabnya orang lebih memilih makanan cepat saji yang lezat meskipun mereka tau ada makanan lain yang jauh lebih menyehatkan.
Toleransi dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Kedua hal ini adalah mekanisme yang menjelaskan bagaimana segala jenis kecanduan terjadi. Ketika seseorang berulang kali melakukan sesuatu yang memicu pelepasan dopamine di reward sistem, reseptor dopamine mulai mengurangi respon terhadap stimulus yang diberikan.
Ketika otak menyadari bahwa dopamin terlalu tinggi, otak kemudian mengurangi reseptor dopamin untuk menjaga keseimbangan. Ketika reseptor berkurang, dibutuhkan lebih banyak dopamin untuk menghasilkan efek menyenangkan yang sama seperti sebelumnya. Fenomena ini disebut dengan toleransi.
Jika hanya terdapat sedikit reseptor dopamin, aktivitas dopamin akan rendah dan seseorang merasa tidak gembira jika asupan dopamin nya tidak ditambah. Ini mengakibatkan timbulnya dorongan untuk memenuhi kebutuhan akan dopamin lebih banyak.
Beberapa studi pada tikus menunjukkan mereka dapat menjadi kecanduan secara fisik terhadap makanan cepat saji. Sama halnya mereka dapat kecanduan obat-obatan. Masih banyak penelitian yang diperlukan untuk menjelaskan penyebab kecanduan makanan. Teori ini adalah yang saat ini dipercaya sebagai penyebabnya.